Gelar Fatmawati

Gelar Fatmawati

TOYOTA Astrido Fatmawati - Jakarta Selatan

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ID

Gelar Pendidikan adalah gelar yang diberikan kepada lulusan bidang pendidikan studi dari perguruan tinggi, baik itu mulai dari jenjang pendidikan Diploma, Sarjana, hingga program Pascasarjana. Gelar pendidikan dibagi menjadi tiga, yakni gelar akademik, gelar vokasi, dan gelar profesi.

Jenis Gelar Pendidikan

Gelar akademik meliputi gelar yang diberikan untuk pendidikan program sajana dengan gelar sarjana (S.) dan dilengkapi dengan jurusan yang diambil. Lalu, gelar magister (M.) pada jenjang S2, dan gelar Doktor (Dr.) pada jenjang S3.

Gelar vokasi diberikan kepada mahasiswa yang mengikuti pendidikan vokasi, meliputi A. P. (Ahli Pratama) untuk mahasiswa jenjang D1, A.Ma. (Ahli Muda) untuk jenjang D2, A.Md. (Ahli Madya) untuk jenjang D3, S.Tr. (Sarjana Terapan) untuk mahasiswa jenjang D4, M.Tr. (Magister Terapan) untuk jenjang S2, dan Dr.Tr. (Doktor Terapan) untuk mahasiswa jenjang S3.

Gelar profesi diberikan kepada seseorang yang menuntaskan pendidikan profesi dan spesialis.

Perlu diperhatikan, gelar pendidikan dapat dicabut apabila karya ilmiah yang digunakan untuk memperoleh gelar terbukti merupakan hasil jiplakan atau plagiat. Seseorang dilarang menggunakan gelar jika tidak memiliki hak untuk menggunakannya.

Spine Center RSUP Fatmawati merupakan pelayanan terpadu kasus tulang belakang dimana Pasien akan ditangani bersama oleh tim Spine yang terdiri dari Dokter Spesialis Bedah Orthopedi, Rehabilitasi Medik, Syaraf, Radiologi serta Anestesi.

Sejak tahun 1970, RSUP Fatmawati telah lama melakukan perawatan tulang belakang, baik secara operatif maupun non-operatif dan perawatan rehabilitasi medis untuk gangguan / kelainan pada tulang belakang.

Pelayanan yang Anda dapatkan di Spine Center RSUP Fatmawati adalah :

- Penata laksanaan yang menyeluruh dan tepat guna oleh Dokter Spesialis yang tergabung dalam Tim Spine.

- Penegakan diagnose dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.

- Informasi medis dan informasi mengenai pencegahan berlanjutnya penyakit sesuai kebutuhan.

Beberapa kasus yang telah berhasil ditangani oleh Tim Spine adalah :

- Minimally Invasive Spine.

- Pelayanan Skoliosis secara konvensional dengan Brace.

- PELD (Pericutaneous Endoscopic Lateral Discectomy)

- Thoracoscopic Spine Surgery

Jawa Barat : RSUD Depok, RSUD Bekasi

Tangerang : RSUD Tangerang Selatan

Bekasi : RSUD Pasar Minggu

dr. Nursanti Subakir A. Madjid, SpRad (K)

Spine Center RSUP Fatmawati juga telah dilengkapi oleh fasilitas, peralatan serta pemeriksaan diagnostic berteknologi terkini yang mumpuni seperti Kamar Operasi khusus kasus Spine.

Agenda Kegiatan Ilmiah Mendatang

Webinar Live Spine Surgery dalam rangka HUT ke-56 RSUP Fatmawati - 18 April 2017

© 2024 — Senayan Developer Community

© 2024 — Senayan Developer Community

Laporkan bahwa restoran sudah tutup atau info tidak akurat

Di dalam agama Kristen, Maria, ibu Yesus, dikenal dengan bermacam-macam gelar (Bunda Berkeberkatan, Perawan Maria, Bunda Allah, Sayidatina, Perawan Suci), julukan (Bintang Laut, Ratu Surga, Pohon Sukacita Kami), sapaan (Panagia, Bunda Welas Asih, Teotokos), maupun beberapa nama yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu (Bunda Maria Lourdes, Bunda Maria Fatima).

Semua penyifatan tersebut mengacu kepada satu orang perempuan yang sama, yakni Maria, ibu Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru (tidak sama dengan Maria Magdalena, Maria istri Klopas, maupun Maria Salome). Penyifatan-penyifatan semacam ini digunakan dengan cara yang berbeda-beda oleh umat Kristen Katolik, Kristen Ortodoks Timur, Kristen Ortodoks Oriental, dan beberapa golongan umat Kristen Anglikan.

Beberapa penyifatan merupakan gelar yang bersifat dogmatis, sementara penyifatan-penyifatan selebihnya merupakan bentuk sapaan. Beberapa di antaranya bersifat puitis atau kiasan, rendah status kanoniknya atau tidak memiliki status kanonik sama sekali, tetapi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari amal saleh rakyat, dengan beragam tingkatan persetujuan dari pihak berwenang Gereja. Sebagian gelar mengacu kepada penggambaran sosok Maria lewat karya-karya seni rupa Katolik maupun karya-karya seni rupa pada umumnya. Banyak pula gelar Maria yang dipakai di dalam syair-syair lagu yang digubah khusus untuk menghormatinya.[1]

Gelar-gelar bagi Maria yang relatif banyak itu dapat dijelaskan dengan beberapa cara.[2] Beberapa gelar muncul karena alasan-alasan geografis dan kebudayaan, misalnya melalui penghormatan ikon-ikon tertentu. Gelar-gelar selebihnya berkaitan dengan penampakan-penampakan Maria.

Orang memohon syafaat Maria untuk berbagai macam kebutuhan insani dalam berbagai macam situasi. Kebiasaan ini memunculkan bermacam-macam gelar bagi Maria, misalnya Penasihat Ulung, dan Penolong Orang Sakit. Selain itu, tafakur dan devosi terhadap berbagai macam aspek peran Maria di dalam kehidupan Yesus telah melahirkan gelar-gelar tambahan, misalnya Bunda Yang Berdukacita.[3] Gelar-gelar lain terlahir dari dogma dan doktrin, misalnya Maria Diangkat ke Surga, Tertidurnya Bunda Allah, dan Maria Dikandung Tanpa Noda.

Penghormatan kepada Maria dikukuhkan pada tahun 431, ketika penyifatannya sebagai Teotokos atau Pelahir (atau Bunda) Allah ditetapkan sebagai dogma di dalam Konsili Efesus. Sejak saat itu, devosi kepada Maria, yang bertumpu pada hubungan mendalam dan rumit antara Maria, Yesus, dan Gereja, mulai merebak, mula-mula di Dunia Timur dan kemudian hari juga di Dunia Barat.

Reformasi Protestan mengecilkan peran Maria di berbagai tempat di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17. Konsili Trento dan Kontra Reformasi menggencarkan devosi kepada Maria di kalangan umat Katolik Roma. Sekitar waktu yang sama, Maria menjadi salah satu sarana penginjilan di Benua Ameria dan beberapa tempat di Asia dan Afrika, contohnya laporan penampakan Bunda Maria Guadalupe yang membuat orang berbondong-bondong masuk Kristen di Meksiko.

Seusai Reformasi Protestan, karya sastra barok bertema Maria mengalami peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan sekitar 500 lebih karya tulis Mariologis pada abad ke-17 saja.[4] Pengutamaan Abad Pencerahan terhadap kemajuan ilmiah dan rationalisme membuat teologi dan Mariologi Katolik seringkali berada di posisi bertahan pada abad ke-18. Buku-buku semisal Kemuliaan Maria karangan Alfonsus Liguori, ditulis untuk membela penghormatan kepada Maria.

Di Gereja Ortodoks dan Gereja-Gereja Katolik Timur, pengangkatan Maria ke surga disebut Tertidurnya Bunda Allah. Hari peringatan Tertidurnya Bunda Allah tidak termasuk hari besar utama, karena dasarnya bukanlah Alkitab melainkan tradisi Gereja.

"Sayidatina" atau "Tuan Putri Kami" adalah gelar yang umum diberikan kepada Maria sebagai wujud rasa kagum dan hormat kepadanya. Maria disebut "Notre Dame" di Prancis, dan "Nuestra Señora" di Spanyol.[9]

Eleusa "Bunda Yang Lemah Lembut"

Hodegetria "Penunjuk Jalan"

Sedes Sapientiae "Takhta Kebijaksanaan"

Madonna Lactans "Bunda Yang Menyusui"

Mater Misericordiae "Bunda Yang Berbelaskasihan"

Maestà "Kemuliaan" Virgo Deipara "Perawan Yang Melahirkan Allah"

Pietà "Kepiluan" Mater Dolorosa "Bunda Yang Berdukacita"

Mater Amabilis "Bunda Pengasih" lazim disebut "Bunda dan Kanak-Kanak"

Madonna della seggiola "Bunda Yang Bertahana"

Teotokos artinya "Yang Melahirkan Allah" dan diterjemahkan menjadi "Bunda Allah". Gelar ini diberikan kepada Maria dalam Konsili Oikumene ke-3 di Efesus tahun 431 Masehi (bdk. Lukas 1:43).[28]

Al-Qur'an menyifatkan Maria (bahasa Arab: مريم, Maryam) dengan gelar-gelar berikut ini:

Momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Republik Indonesia tak pernah lepas dari Fatmawati yang menjadi penjahit bendera merah putih. Fatmawati adalah perempuan yang menjahit bendera sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan.

Dikutip dari laman resmi Kemensos, Fatmawati merupakan perempuan kelahiran Bengkulu. Ia merupakan istri dari Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Ia selamanya akan dikenang sebagai penjahit bendera merah putih.

Gagasan Fatmawati ini mendahului ide agung Soekarno dan tokoh kemerdekaan lainnya. Kala itu, Fatmawati tidak sengaja mendengar teriakan bahwa bendera Indonesia belum ada saat Soekarno bersama tokoh lainnya sedang berkumpul menyiapkan peralatan untuk pembacaan naskah teks proklamasi. Tanpa pikir panjang, segera Fatmawati mencoba untuk menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Walau hanya 'Merah dan Putih' tentu saja bukan perkara mudah bagi Fatmawati yang saat itu sedang hamil besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan menggunakan alat jahit tangan, bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu dijahit oleh Fatmawati di ruang makan dengan harapan kelak dapat digunakan untuk keperluan bangsanya.

Dalam Buku berjudul Berkibarlah Benderaku (2003), yang ditulis oleh Bondan Winarno, diketahui Fatmawati sambil menitikkan air mata ketika menjahit bendera ini. Bukan tanpa alasan, sebab saat itu Fatmawati tengah menanti kelahiran Guntur Soekarnoputra, yang memang sudah bulannya untuk dilahirkan.

Di buku tersebut juga dijelaskan bahwa Fatmawati menjahit menggunakan mesin jahit Singer yang hanya bisa digerakkan menggunakan tangan saja. Karena mesin jahit yang menggunakan kaki, tidak diperkenankan mengingat usia kehamilan Fatmawati yang tinggal menunggu waktunya saja untuk melahirkan. Fatmawati baru menyelesaikan jahitan bendera Merah Putih itu dalam waktu dua hari.

Bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu untuk pertama kalinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Bertahun-tahun bendera Sang Saka yang dijahit oleh Fatmawati ini dikibarkan dalam upacara kenegaraan. Sampai akhirnya bendera tersebut digantikan oleh duplikatnya mengingat usianya yang sudah tua. Fatmawati pun terus dikenang sebagai penjahit bendera merah putih.

Lihat video 'Prosesi Penyerahan Duplikat Bendera Merah Putih dan Naskah Proklamasi':

[Gambas:Video 20detik]